Nusantaratv.com - Komisi Perdagangan Federal Jepang (JFTC) menggerebek kantor Harley-Davidson Jepang pada Juli 2024, dan memulai penyelidikan resmi terhadap anak perusahaan pabrikan motor asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
Dugaan utamanya yakni praktik penetapan kuota penjualan yang tidak wajar kepada para dealer resmi sejak sekitar tahun 2020.
Menurut hasil penyelidikan, Harley-Davidson Jepang memaksa para dealer untuk memenuhi kuota penjualan yang terus meningkat, dengan ancaman pemutusan atau tidak diperpanjangnya kontrak jika kuota tidak tercapai.
Akibatnya, banyak dealer terpaksa membeli sendiri sepeda motor yang tidak mereka butuhkan atau yang sulit dijual di pasar lokal.
Dalam hukum Jepang, sepeda motor semacam itu dikategorikan sebagai unit "tidak terpakai tapi telah terdaftar", yang secara signifikan menurunkan nilainya di pasar.
Situasi ini menyebabkan kerugian finansial bagi para dealer, karena sepeda motor yang akhirnya berhasil dijual pun umumnya terjual di bawah harga modal.
Dikutip dari RideApart, Kamis (3/7/2025), pada akhir Juni 2025, JFTC resmi menjatuhkan denda sebesar 200 juta yen (sekitar Rp22,53 miliar) kepada Harley-Davidson Jepang atas pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti-Monopoli.
Selain itu, perusahaan juga menerima perintah penghentian kegiatan dari JFTC. Menariknya, kasus ini memiliki kemiripan dengan tindakan serupa yang dilakukan BMW Jepang pada 2021, yang juga dijatuhi sanksi oleh JFTC.
Sejumlah eksekutif yang sebelumnya terlibat dalam kasus BMW diketahui bergabung dengan Harley-Davidson Jepang sebelum praktik kuota berlebihan mulai diterapkan di perusahaan tersebut.
Dua eksekutif kunci yang terlibat dalam kedua kasus tersebut dilaporkan mengundurkan diri setelah penyelidikan Harley-Davidson dimulai pada Juli 2024.
Apakah pola ini akan terulang di perusahaan lain? Belum bisa dipastikan. Namun, regulator tampaknya kini lebih sigap mengawasi praktik yang merugikan dealer dan melanggar hukum persaingan usaha. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.