Nusantaratv.com-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyinggung istilah greenflation yang ramai jadi perbincangan kala Debat Pilpres 2024 lalu, dalam pidatonya di Green Impact Festival di Jakarta Theater, Kamis (24/7/2025).
"Ini pernah ramai pada waktu debat Pilpres. Ada yang bingung, ada yang meremehkan, ada yang bilang ini enggak penting. Ini penting sekali," kata Gibran seperti diberitakan Nusantara TV.
Ia pun bertanya kepada peserta festival apakah melihat Debat Pilpres untuk sesi Wakil Presiden.
"Saya bahas greenflation, saya bahas carbon capture, carbon storage. Ini tantangan ke depan," ungkapnya.
Jika melihat negara-negara besar yang mungkin terlalu ambisius, kata Gibran, terjadi yang namanya inflasi karena transisi ke energi hijau yang terlalu gegabah.
"Makanya ke depan kita harus hati-hati. Jangan sampai masyarakat, rakyat kecil, industri kecil terdampak karena hal-hal seperti ini," tuturnya.
"Jadi kalau di negara yang tidak perlu saya sebut ini ada demo, karena pajak BBM naik, gas naik, listrik naik, kita enggak pengin seperti itu. Kita tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian," imbuhnya.
Ia menyebut sebagaimana penjelasan dari Menteri BUMN, Menko Pangan, Menko Perekonomian serta Danantara terkait masalah bioenergi. Jadi tantangan ke depan Indonesia tidak boleh lagi ketergantungan dengan energi fosil.
"Kita harus segera melakukan transisi ke energi hijau. Nah, ini kalau sekarang kita sudah punya B35, B40. Ke depan Pak Presiden menargetkan B50," terangnya.
"Jadi nanti untuk bioavtur, bioetanol, biodiesel banyak dan potensi bioenergi kita besar sekali. Ini mencapai 57 GW. Dan kalau yang namanya sawit, rumput laut, kita termasuk yang terbesar di dunia," tambahnya.
Gibran lantas mencontohkan apa yang terjadi di IKN. Membuktikan komitmen Indonesia untuk mengurangi dampak perubahan iklim ini sudah sangat besar. Salah satu persemaian atau nursery center yang ada di IKN kapasitasnya 15 juta bibit per tahun. Ada juga yang di Jawa Barat. Kalau ditotal semua seluruh Indonesia kita punya 83 juta bibit per tahun.
"Dulu tuh banyak sekali hoaks-hoaks tentang IKN. Jadi apa? Oh, bangun istana di tengah hutan, membabat hutan. Itu salah. Di sana itu ada hutan produksi ekaliptus yang memang setiap 6-7 tahun itu memang dipotong. Jadi sekarang kita bangun IKN di sana terus akan kita kembalikan lagi sebagai hutan heterogen dengan pohon-pohon endemi asli Kalimantan. Ada pohon ulin meranti, lalu ada pohon tengkawang," paparnya.
"Jadi apa yang sudah dilakukan saya kira sudah on track," pungkasnya.
Gibran menambahkan Indonesia juga punya hutan mangroove terbesar juga di dunia. Penting sekali karena penyerapan CO2-nya lima kali lebih banyak dari hutan tropis.