Nusantaratv.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi menandatangani perintah eksekutif untuk mengganti nama Departemen Pertahanan menjadi Departemen Perang, nama historis yang digunakan hingga akhir Perang Dunia II.
Melansir Reuters, Minggu (7/9/2025), langkah ini menjadi bagian dari upaya Trump untuk membentuk kembali citra militer AS.
Sebelumnya, dia telah memimpin parade militer di pusat Washington DC dan mendorong pemulihan nama pangkalan militer yang sempat diubah setelah gelombang protes keadilan rasial pada 2020.
Trump juga dikenal menantang norma-norma lama terkait penempatan militer di dalam negeri, termasuk pembentukan zona militer di sepanjang perbatasan selatan AS serta pengerahan pasukan di kota-kota besar seperti Los Angeles dan Washington untuk mendukung kebijakan imigrasi yang ketat.
Perubahan Langsung Diimplementasikan
Setelah perintah ditandatangani, Pentagon segera mengganti papan nama di markas besarnya di Arlington, Virginia.
Jabatan Menteri Pertahanan yang dipegang Pete Hegseth kini diubah menjadi Menteri Perang, dengan Steve Feinberg sebagai wakilnya.
"Ini adalah perubahan besar karena menunjukkan sikap kami," ujar Trump dalam upacara penandatanganan di Oval Office.
"Perubahan ini adalah tentang kemenangan."
Kritik dan Dukungan
Meski menuai dukungan dari lingkaran dalam Trump, banyak pihak mengkritik perubahan ini sebagai tindakan yang mahal dan tidak perlu.
Sejumlah anggota Kongres menilai perubahan nama lembaga seharusnya melalui proses legislatif, meski Trump mempertanyakan apakah persetujuan Kongres memang diperlukan.
Beberapa legislator Partai Republik, termasuk Senator Mike Lee dan Rick Scott, serta anggota DPR Greg Steube, telah mengajukan rancangan undang-undang untuk meresmikan perubahan ini.
Pete Hegseth, yang sebelumnya dikenal sebagai komentator politik konservatif, mendukung penuh perubahan ini.
"Kita harus agresif, bukan pasif. Kemenangan butuh kekuatan, bukan keraguan hukum," ujarnya.
Konteks Historis dan Biaya
Departemen Pertahanan AS dulunya dikenal sebagai Departemen Perang hingga tahun 1949, saat pemerintah AS memutuskan untuk menyatukan ketiga matra militer dan mengedepankan narasi pencegahan konflik, terutama di era senjata nuklir.
Namun, perubahan nama kembali ke "Departemen Perang" diperkirakan akan memakan biaya besar, karena melibatkan penggantian seluruh dokumen resmi, papan nama, hingga sistem administrasi di seluruh instalasi militer dunia.
Sebagai perbandingan, penggantian nama sembilan pangkalan militer oleh pemerintahan Joe Biden yang sebelumnya menghormati tokoh Konfederasi diperkirakan menghabiskan dana hingga 39 juta dolar AS, dan kini telah dibatalkan oleh tim Trump.
Dorongan Legislasi dan Arah Baru
Untuk mempercepat perubahan ini, Ketua Komite Pengawas DPR James Comer, salah satu sekutu Trump, mengusulkan undang-undang yang akan memberikan wewenang lebih besar kepada presiden dalam mengganti nama dan struktur lembaga federal.
"Kita ingin bisa bertahan, tapi juga harus mampu menyerang jika dibutuhkan," kata Trump dalam pidatonya bulan lalu.
Dia juga menyebut nama "Departemen Pertahanan" dipilih karena alasan yang menurutnya terlalu "benar secara politis".
Ternyata, upaya untuk mengembalikan nama lama ini telah dimulai jauh sebelum pengumuman resmi.
Kash Patel, yang kini menjabat sebagai direktur FBI dan pernah bekerja di Pentagon pada masa jabatan pertama Trump, bahkan sempat menandatangani email internal dengan menyebut "Departemen Perang" sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah militer AS.